26 Februari 2014
R.A. Kartini terispirasi R.M.P Kartono
RMP Sosrokartono seorang poliglot, ahli banyak bahasa. Ia menguasai 26 bahasa asing dan 10 bahasa suku di tanah Nusantara. Sejak kecil Sosrokartono sudah dikenal cerdas, sekolah dasar di Eropesche Lagere School di Jepara. Sekolah menengah di Hogere Burgerschool di Semarang dan menjadi mahasiswa pertama yang melanjutkan pendidikannya ke Belanda 1898. Awalnya Sosrokartono mengambil teknik di Leiden, kemudian berpindah ke jurusan bahasa dan kesusastraan Timur.
Sosrokartono menyelesaikan studinya dengan Docterandus in de Oostersche Talen dari Perguruan Tinggi Leiden, kemudian mengembara di benua Eropa. Menjelajah diberbagai pekerjaan seperti seorang penerjemah dan wartawan di media Eropa hingga menjadi wartawan Amerika Serikat The New York Herald Tribune, bertugas meliput Perang Dunia (PD) I.
Ketika menjalankan tugas sebagai wartawan, sosrokartono diberi pangkat mayor oleh sekutu guna memperlancar tugasnya. Setelah PD I selesai, Sosrokartono kembali menjadi penterjemah di Wina, Di Wina ia terkenal sebagai seorang “jenius dari Timur”, kemudian ahli bahasa pada Kedubes Prancis di Den Haag, dan penerjemah di kantor Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di Jenewa.
Di dalam buku ‘Memoir’ Drs Muhammad Hatta diceritakan kalau RMP Sosrokartono mendapat gaji 1250 Dollar dari surat kabar Amerika. Dengan gaji sebesar itu ia dapat hidup mewah di Eropa.
Profesor Dr JHC Kern, dosen pembimbingnya di Universitas Leiden, pernah mengundang Sosrokartono untuk menjadi pembicara dalam Kongres Bahasa dan Sastra Belanda ke-25 di Gent, Belgia, pada September 1899. Dalam kongres yang membicarakan masalah bahasa dan sastra Belanda di pelbagai negara itu, Sosrokartono mempersoalkan hak-hak kaum pribumi di Hindia Belanda yang tak dipenuhi pemerintah jajahan.
Dalam pidatonya yang berjudul Het Nederlandsch in Indie (Bahasa Belanda di Indonesia), Sosrokartono antara lain mengungkapkan:
“Dengan tegas saya menyatakan diri saya sebagai musuh dari siapa pun yang akan membikin kita (Hindia Belanda) menjadi bangsa Eropa atau setengah Eropa dan akan menginjak-injak tradisi serta adat kebiasaan kita yang luhur lagi suci. Selama matahari dan rembulan bersinar, mereka akan saya tantang!”
Kini, R.M.P Sosrokartono, seperti halnya sang adik, RA Kartini, juga dikenal sebagai pejuang pendidikan. R.M.P Sosrokartono wafat 8 Februari 1952, tanpa meninggalkan istri dan anak. Dia dikebumikan di makam Sedo Mukti, Desa Kaliputu Kudus, Jawa Tengah di samping makam kedua orang tuanya Nyai Ngasirah dan RMA Sosroningrat.
Di nisan sebelah kiri terdapat kata-kata terpilih Kartono:
Sugih tanpa banda, digdaya tanpa aji.
Di nisan sebelah kanan tercantum kalimat:
Trimah mawi pasrah (rela menyerah terhadap keadaan yang telah terjadi), Suwung pamrih tebih ajrih (jika tak berniat jahat, tidak perlu takut), langgeng tan ana susah tan ana bungah (tetap tenang, tidak kenal duka maupun suka), anteng manteng sugeng jeneng (diam sungguh-sungguh, maka akan selamat sentosa).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar